Katamu, untuk bisa memahami orang lain aku harus keluar dari
diriku. ‘keluar dari diriku’. Kalimat yang belum dapat dijangkau oleh nalarku,
mungkin aliran darah pembawa informasi sedang macet di sel otakku.
Senyum simpul, tanpa suara yang selama ini aku banggakan. Ternyata
belum cukup untuk memahami orang lain. Itu menurutmu. walau kadang aku memang
lupa tersenyum. Bukan karena moodku sedang buruk, terlebih karena pikiranku
sibuk memperhatikan ekspresi setiap orang disekitarku. Hingga yang ada dalam
benakku adalah ‘itu muka bahagianya’, ‘mukanya lucu kalau lagi ketawa’, atau ‘giginya
putih’, dan banyak lagi pikiran ‘unik’ku.
Sibuk dengan duniaku sendiri, membuat aku lupa untuk
mengakrabi orang-orang disekitarku. namun, disisi yang lain kadang aku juga
sangat ‘dekat’ dengan mereka. Tertawa, senyum, atau berbagi cerita.
Aku yang sibuk dengan diri sendiri, atau aku yang kadang
sangat dekat dengan orang-orang disekelilingku. Entah apa namanya, tapi aku
merasa memiliki dua sifat yang sama kuatnya dalam diriku pada waktu yang hampir
bersamaan. Ceria dan diam. Aku pun belum sepenuhnya tahu seperti apa diriku. Ataukah
setiap orang memiliki dua sifat dalam dirinya?? Entahlah.
‘Memahami orang lain’, kita memang harus memahami orang
lain. Aku sudah berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan setiap orang. Tapi,
apakah itu termasuk memahami orang lain?? Semoga saja ‘iya’. Walau sejujurnya
aku menjaga hubungan, agar aku bisa hidup dengan tenang, bukan untuk
siapa-siapa. Hanya untuk diriku sendiri.
Tersenyum misalnya, membuat sel-sel diwajahku selalu tampak muda
dengan pergantian yang rutin. Juga sel di kulit wajahmu, bila kamu balas
tersenyum dengan tulus. Tak perlu perhatikan alis, dahi, atau daguku. Tersenyum
saja.
Bukankah aku sudah bisa memahami orang lain? Kalaupun bukan ‘memahami’
seperti ini yang kamu maksud, setidaknya aku sudah berusaha memberi manfaat kepada
orang lain. tanpa melupakan banyak perbedaan yang menjadikan hidup berbeda rasa. Walau hanya dengan seulas sunggingan di wajah dalam beberapa detik
tanpa pertemuan kelopak mata. Karena memahami kadang tidak butuh kata untuk menelusuk
ke hati. Lembut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar