Minggu, 23 Desember 2012

Selamat Hari Ibu


Selamat Hari ibu.
Selamat datang hari istimewa bagi setiap ibu.
Hari penuh senyum. tanpa lilin…

Membuat setiap ibu merasa paling istimewa, disanjung, disayangi. Sorot indah dari binar mata yang terpancar dari cahaya wajah-wajah penuh cinta. Hanya dengan memberikan 1 tangkai bunga dengan menyelipkan kata ‘selamat hari ibu’ sudah membuatnya merasa sangat diperhatikan.

Yah. Aksi bagi-bagi bunga pada hari ibu, 22 desember 2012. Bersama langit tanpa matahari sore, karena cuaca makassar sedang berawan. Siap memuntahkan hujan, diawali gerimis yang sudah menetes sesekali. Kami berharap hujan tidak benar-benar turun saat ini. Karena bunga ini bukanlah bunga biasa yang dapat diperoleh dengan mudah. Sebagai bentuk kasih dan cinta tak berujung kami (para calon ibu) kepada setiap ibu, maka bunga kertas berwarna merah, ungu, putih, pink, oranye berbungkus plastik dengan telaten berhasil kami hasilkan.

Maaf kepada ayah ataupun laki-laki yang permintaannya untuk memiliki satu tangai bunga tak kami kabulkan. Karena ini terkhusus untuk perempuan penegak madrasah peradaban.

‘Terima kasih Nak’, hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir setiap ibu, terlihat raut wajah penuh haru dan sanjungan disana. Terima kasih pula kepada ibu yang tetap setia mengiringi langkah-langkah dalam kehidupanku. Memiliki ibu disisi sangat berarti bagi jiwa yang butuh kasih. Bahkan kasih sayang pun aku dapatkan dari dirimu.

Cerminan jiwa melalui sikap dan tutur lemah lembut mampu menghalau segala resah, menguapkan penat. Betapa kehadiran ibu mampu mengisi ruang-ruang dalam hatiku. Meggenapkan cinta dari-Nya.
Raut wajah letih tak pernah aku temukan darimu saat bersamaku. Segala hal berusaha mama (panggilanku kepada ibu) jadikan lebih ringan. Walau belakangan aku tahu kenyataan kadang sedikit berbeda ketika usia tak lagi kanak. Kini terasa lebih sulit. Terlebih setelah jarak menjadi benteng tak tampak yang menjadi pemisah.

Happy mother’s day
Saayaannggg Mama…

-rindu rumah, rindu mama, rindu nenek, namun final kuliah belumlah kelar-

Selasa, 11 Desember 2012

Mungkin inilah ‘Memahami’


Katamu, untuk bisa memahami orang lain aku harus keluar dari diriku. ‘keluar dari diriku’. Kalimat yang belum dapat dijangkau oleh nalarku, mungkin aliran darah pembawa informasi sedang macet di sel otakku.

Senyum simpul, tanpa suara yang selama ini aku banggakan. Ternyata belum cukup untuk memahami orang lain. Itu menurutmu. walau kadang aku memang lupa tersenyum. Bukan karena moodku sedang buruk, terlebih karena pikiranku sibuk memperhatikan ekspresi setiap orang disekitarku. Hingga yang ada dalam benakku adalah ‘itu muka bahagianya’, ‘mukanya lucu kalau lagi ketawa’, atau ‘giginya putih’, dan banyak lagi pikiran ‘unik’ku.

Sibuk dengan duniaku sendiri, membuat aku lupa untuk mengakrabi orang-orang disekitarku. namun, disisi yang lain kadang aku juga sangat ‘dekat’ dengan mereka. Tertawa, senyum, atau berbagi cerita.

Aku yang sibuk dengan diri sendiri, atau aku yang kadang sangat dekat dengan orang-orang disekelilingku. Entah apa namanya, tapi aku merasa memiliki dua sifat yang sama kuatnya dalam diriku pada waktu yang hampir bersamaan. Ceria dan diam. Aku pun belum sepenuhnya tahu seperti apa diriku. Ataukah setiap orang memiliki dua sifat dalam dirinya?? Entahlah.

‘Memahami orang lain’, kita memang harus memahami orang lain. Aku sudah berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan setiap orang. Tapi, apakah itu termasuk memahami orang lain?? Semoga saja ‘iya’. Walau sejujurnya aku menjaga hubungan, agar aku bisa hidup dengan tenang, bukan untuk siapa-siapa. Hanya untuk diriku sendiri.

Tersenyum misalnya, membuat sel-sel diwajahku selalu tampak muda dengan pergantian yang rutin. Juga sel di kulit wajahmu, bila kamu balas tersenyum dengan tulus. Tak perlu perhatikan alis, dahi, atau daguku. Tersenyum saja.
Bukankah aku sudah bisa memahami orang lain? Kalaupun bukan ‘memahami’ seperti ini yang kamu maksud, setidaknya aku sudah berusaha memberi manfaat kepada orang lain. tanpa melupakan  banyak perbedaan yang menjadikan hidup berbeda rasa. Walau hanya dengan seulas sunggingan di wajah dalam beberapa detik tanpa pertemuan kelopak mata. Karena memahami kadang tidak butuh kata untuk menelusuk ke hati. Lembut.

Minggu, 09 Desember 2012

Bertemu, Rindu




Tak peduli seberapa pun seringnya datang
Memberi rasa berbeda dalam hari yang panjang ini
Tak akan pernah mampu
Untuk sedikit saja menghalau rindu
Bahkan rasa ini semakin banyak.
Membuat paru-paru sesak oleh rindu yang tak lagi berujung
Hanya rindu. Rindu. Rindu
Selalu merindukannya. Hujan

Walau aku sepernuhnya yakin
Bahwa tanpa menunggunya pun, ia akan tetap datang
tanpa memintanya jatuh, ia akan tetap berjatuhan
Karena hujan selalu menemuimu pada waktu yang selamanya tepat.

Membawa angin beku
Tanpa polusi, tanpa karbon monoksida

Saat Pergi
Menyisakan dingin yang menyejukkan 
bersama trembesi dengan daun basah 
menanti hujan segera kembali.
karena datangnya meninggalkan rindu. lebih rindu.

_menyambut hujan dengan syukur tiada henti_

Selasa, 13 November 2012

Pahlawan, Bukan Aku


“Bagaimana mestinya aku berjuang, sementara semangat milikku tak lagi mampu membawa kaki jauh meninggalkan rumah”.
Deraian air mata semula pelan, semakin mengeras bersama jeritan tertahan diujung bibir. Mengalirkan perih pada luka yang semakin menganga. Membawa pedih ke setiap saraf hati. Memudarkan bahagia.
Aku tetap duduk termangu. Menatap kosong keluar jendela. Menembus dinding waktu, mencari matahari. Berharap ada secercah semangat menelusup dalam gelapnya jiwa. Menarik masa depan, menjadikan lebih terang.
Rasa gusar kembali melingkupiku. Tak dapat lagi ku bendung. Setiap detik adalah berang. Menguras tenaga melalui air mata yang belum mengering. Melimpahkan kesalahan pada diriku, hanya aku yang salah.
“Aku membencimu. Bencii.. benciii..!!” Pekikku berusaha menahan suara. Menelan semua luka. Menjadikan tangis kembali pecah.
“Fina, Jangan terlalu dipikirkan perkataan Ayahmu. Emosinya sedang buruk.”
“Maafkan Fina, Bu”
“Hari esok masih menantimu Nak, menjadi Fina yang selalu semangat.”
Semangat, Sudah pergi meninggalkanku. Entah kapan ia akan kembali, menyalurkan masa depan pada sel-sel otakku. Menanggalkan titik hitam. Yang ku tahu tak mungkin bisa kembali seperti sedia kala. Karena setiap luka akan menyisakan kenangan.
Sama seperti luka yang kau tinggalkan untukku. Membiarkan aku sendiri, meratapi cedera. Aku tidak membutuhkan sesuatupun, cukup beradalah disisiku. Aku hanya butuh satu, yaitu kamu.
Kesakitan ayah, menghasilkan kata yang tak pernah bersua dengan pendengaranku sebelumnya. Bukan hanya satu, ada banyak kata bahkan kalimat yang semakin menjadikanku merana. Terlebih karena kau tidak lagi disini bersamaku.
Bukan karena benci sehingga ucapan ayah begitu menyempitkan dada. Menghalangi udara masuk ke paru-paru. Tapi karena rasa sayang dan kepercayaan yang terlalu besar. Hingga kenyataan menampakkan diri dalam bentuk sebaliknya. Menghasilkan kecewa dan luka juga pada dirinya. Hingga ia memutuskan diam.
Entah sampai kapan, luka dalam diriku memulih. Menghasilkan keropeng yang segera mengering. Menutup luka dengan bekas luas diatasnya. Bekas itu tak lagi menjadi soal penting. Asalkan aku kuasa untuk berbenah diri lebih sering.
Aku sedang merintih karena sakitku. Tapi, Kota Daeng dengan lalu lalang penghuni buminya – pejalan kaki, mobil, motor saling mengejar. Ingin segera tiba di rumah mereka. Menjadikan jalan raya semakin riuh, karena kebisingan suara kendaraan. Disertai teriakan supir menyebutkan tujuan pete-pete mereka. Juga anak-anak usia sekolah yang dibiarkan berada dijalan, dengan buku-buku jualan lusuh ditangannya.

Selasa, 23 Oktober 2012

Biarkan AKU


         Biarkan aku. Aku ingin menjadi lebih mandiri. Lebih dari yang sudah-sudah. Aku ingin Menghasilkan rupiah, melalui usaha dan kerja kerasku sendiri. Merasakan nikmatnya perjuangan hidup. Menikmati guyuran keringat yang akan mendewasakanku.
          Biarkan aku. Menjemput usia 20 dengan rasa bangga. Tapi bukan congkak. Aku hanya ingin membuktikan, bahwa kebijakan ayah dan ibu telah menurun padaku, sedikit saja tak masalah. Aku ingin mandiri. Rasanya sangat puas memiliki kata itu. Mandiri.
            Biarkan aku. Melalui masa mudaku dengan kerja keras. Untuk menyambut masa dewasa dan tuaku dengan penuh damai. Lelah sudah rasanya aku diam, menanti guyuran rupiah dari ayah dan ibu. Letih membayangkan suramnya masa depanku. Bila kini aku hanya melalui dengan biasa. Bahkan sangat biasa.
            Biarkan aku. Sedikit saja keluar dari zona nyamanku. Sudah cukup lama aku terbuai dalam hangat kasih ayah dan ibu. Duniaku hanya begini-begini saja. Setiap hari dengan rasa yang sama. Mungkin hanya berbeda pada pagi hari, kalau bukan ayah ibu yang menyambut pagiku lebih dulu. Suara adzan yang saling menyapalah yang memutuskan mimpiku.
            Biarkan aku. Menentukan sendiri apa yang terbaik menurutku. Ayah dan ibu cukup mengingatkan dan membimbingku. Bila pilihan itu menyimpang dari apa yang seharusnya. Bila sikapku tidak sesuai dengan ajaran agama yang ayah dan ibu pahami. Tegurlah aku.
            Biarkan aku. Menghirup udara disetiap sudut bumi. Menikmati hembusan yang keluar dari paru-paruku dengan rasa berbeda. Tidak perlu menaruh rasa khawatir berlebih. Aku tidak akan menetap disana. Hanya ingin berbagi cerita dengan tempat berbeda. Mengenalkan banyak hal pada ayah dan ibu. Walau hanya mampu kuurai melalui gambar dan potongan kisahku.
Biarkan aku. Menyaksikan senyuman indah, yang selalu kurindu. Lebih lama. Walau hanya dapat kunikmati diakhir pekan. Bahkan hanya sekali dalam sebulan. Bila ayah dan ibu tak datang berkunjung. Aku ingin melalui hari tuaku, tetap dalam hangatnya belaianmu. Bersama gelak tawa mujahid dan mujahidah penerus kesejahteraan bangsa.

_berusaha menjadi manusia terbaik. penuh manfaat_

Kamis, 20 September 2012

Rindu ini Tetap Menjadi RINDU

 

Banyak. Sangat banyak hal yang belum mampu ku pahami secara jelas kini. Perasaan kosong semakin kuat mendera. Menghabiskan lebih banyak waktu untuk berfikir, menyusun logika. Menjadikan semua ini lebih jelas. Walau pada kenyataannya, kejelasan itu belumlah berkenan membersamai.
            Satu hal yang baru ku sadari. Bahwa semua yang terjadi tidak ada yang kebetulan. Semua terjadi atas kehendak Allah. Yah, setiap hal terjadi atas kehendak-Nya. Tapi pertanyaan berikutnya, apakah Allah meridhoi hal tersebut??
            Banyak. Sangat banyak hal yang menunggu untuk kuurai. Satu demi satu. Mencari solusi terbaik untuk setiap ujian, ujian yang akan menjadi penguat bagi hati yang rindu akan surga-Nya. Tempat kembali sebagai makhluk yang merindu wajah Robbnya. Ataukah menjadi jiwa yang tetap saja gersang, karena guyuran dari mata air iman belum juga memancarkan beningnya niat.
            Kembali tersadar kalau semua yang kita lakukan ini semata-mata untuk beribadah pada Allah. Tuhan semesta alam. Lantas kenapa pula hati ini sering lalai atas perintah, bahkan tidak menyadari teguran-teguran. Teguran yang dapat lebih mendekatkan kita pada-Nya.
            Banyak. Sangat banyak hal yang kadang luput dari pemikiran. Melupakan kekuasaan-Nya Yang Maha Luas. Merutuki diri sendiri saat kerja-kerja ini tidaklah seperti yang diharapkan. Menjadikan diri semakin lemah dalam menjalankan kewajiban yang lain. Yah, kadang aku lupa kalau aku memiliki Allah yang hidup dan mati sedih dan tawa diberikan oleh-Nya.
            Kelemahan iman membuat pikiran ini mati, membekukan hati. Hingga tidak ada lagi kepekaan rasa atas peluang beribadah. Namun, Tuhan memang tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Engkau datangkan kembali cahaya dan kenikmatan iman dalam hati yang merindu akan kasih-Mu. Tetapkanlah aku bersama saudara seiman untuk tetap istiqamah di jalan penuh perindu surga-Mu Yaa Robb…


sunyi di kaki malam_bersama hati perindu Robb_